Untuk seumuran fresh graduate
SMA, mungkin belum banyak yang tahu apa itu TOEFL dan untuk apa TOEFL itu. Karna
tak heran, TOEFL tidak terdapat di kurikulum Sekolah Menengah Atas. Umuran
kuliah pun ada yang masih belum mengenal sebelum mereka menjelang wisuda. Karna
memang pada umumnya, TOEFL diwajibkan bagi mahasiswa tingkat akhir untuk syarat
meraih gelar Sarjana, Master, dan Doktor di seluruh PTN dan PTS di Indonesia.
Seorang mahasiswa sophomore (second
year) English Study Program kala itu, menjajal dan mendalami TOEFL atas saran
dosennya yang baik hati (Mr. D). Tanpa upah, tanpa lelah dosen berinisial D
tersebut terus berbagi ilmunya untuk memecahkan soal-soal TOEFL yang sebenarnya
simple namun dianggap fickle. Tampaknya memang dosen itu cukup berpengalaman
dalam hal itu. Bagaimana tidak, beliau pernah meraih gelar Master of Arts
(TESOL) di salah satu universitas USA melalui jalur scholarship (WOW.. how
lucky). Karna merasa kagum dan ingin mengikuti jejak beliau, mahasiswa tersebut
tanpa ragu berbelok arah.
Membangun cita-cita baru, melangkah optimis, tanggap dan kritis dengan
informasi-informasi beasiswa di media. (berbelok
arah : awalnya menginginkan sukses di program study Kimia, namun tak
tercapai. #Frustasi :’( ).
TOEFL tipe ITP lah yang diasah
sekitar 2 bulan bersama beliau pada waktu itu. Kenapa ITP? Karna memang TOEFL
Paper Based itu dianggap lebih simple dan hanya bermodalkan fotocopy soal latihan
saja. Dan ITP dinilai tepat sasaran dan diakui untuk applying scholarship-scholarship
luar negeri (ITP hanya diperuntukkan bagi academic goal saja, sedangkan bagi
job goal dapat menggunakan TOEIC). Setelah merasa siap, mahasiswa tersebut
mencoba beradu kemampuan di medan test tepatnya di Balai Bahasa Unila (Lampung).
Test tersebut pun bukan tanpa tujuan. Pasalnya, satu bulan setelah test adalah
deadline enrollment GLOBAL UGRAD AMINEF 2012 untuk 2013 intake (beasiswa
pertukaran pelajar bergengsi ke America). Dua pekan setelah test hasilnya pun
sudah keluar, dengan harapan memperoleh skor memuaskan. Hasil yang perlu
disyukuri untuk mahasiswa yang baru pertama menjajal TOEFL ITP test, 483. Tepat
33 selisih skor dari passing grade TOEFL beasiswa yang banyak diburu mahasiswa
itu. Cukup bernapas lega, namun harus melengkapi berkas-berkas yang menguras
banyak waktu dan tenaga. Tak ada yang tak bisa dikejar jika sudah dikejar
deadline (The Power of Kepepet :D). Selesai juga, dan siap dikirim ke Office of
Aminef, Jakarta. Siapa yang tak ingin ke luar negeri gratis, doa dan harapan pun
pastinya seperti itu. Namun, Tuhan masih ingin melihat perjuangan mahasiswa
muda itu. Application form yang sudah dikirim ternyata outdate. Natural mistake
of human, salah download pada saat itu. Lemas, lemah, lelah. Tapi sudahlah,
sudah tak pantas lagi frustasi untuk kedua kalinya. Begitulah isi hati seorang
mahasiswa yang pasrah. Perjuangannya belum berakhir namun dia memutuskan untuk
vakum terlebih dahulu dari dunia perTOEFLan. Fokus kuliah dan menyelesaikan
studinya secepat mungkin. Di akhir masa-masa Sarjana, semangatnya bangkit lagi
bak ada hujan tanpa mendung. Dia mencoba lagi mengikuti test TOEFL ITP dengan
belajar dari pengalaman (Best Practice). Artinya selama kurun waktu 2 tahun,
digunakannya untuk mengevaluasi kemampuan dalam mengerjakan soal-soal TOEFL.
Alhasil, skor yang dia peroleh lebih baik dari 2 tahun yang lalu, 503. Mulailah
dia sadar, jika TOEFL itu dapat ditaklukkan dengan cara membiasakan diri
mengerjakan soal-soal seperti Listening, Structure, dan Reading. Benar memang
ketika dia mencoba mendiskusikan dengan orang-orang ahli TOEFL. Bisa karna
biasa. Saking PD nya, belum genap satu bulan mengikuti test, mahasiswa yang
sedang penasaran itu mencoba TOEFL ITP untuk yang ketiga kalinya. Tetapi, kali
ini dengan sistem belajar yang berbeda. SKS (Sistem Kebut Semalam), itulah
sistem belajar sebelum test pada keesokan harinya. Cara belajar yang dianggap
efektif tapi ternyata berdampak negatif. Hanya skor 470 yang didapat pada test
ketiga itu (miris sekali :’( ). Berikut grafik perolehan TOEFL dari tahun
2012-2014 :
TOEFL memang seperti momok halus
bagi scholarship hunters dan general people. Namun, ingatlah IMPOSSIBLE IS I’M
POSSIBLE. Berikut beberapa tips ala Eka Pra Setiyawati sebelum mengikuti test
TOEFL :
·
Biasakan mendengarkan lagu-lagu
Inggris terlebih dahulu untuk menstimulus kemampuan Listening kita sebelum
mengerjakan soal latihan Listening.
·
Biasakan mengerjakan 3-5
soal latihan Structure dan Reading setiap hari.
·
Freshkan pikiran dan otak
pada malam hari sebelum mengikuti test TOEFL esok harinya. (singkirkan dahulu
soal-soal latihannya)
·
Ulaslah soal-soal sebentar
sebelum berangkat ke Test Center.
·
Berdoalah dan sarapan yang
cukup sebelum berangkat ke Test Center.
Semoga bermanfaat... :) (Written on October 15, 2014, 10.45 a.m by
Eka Pra Setiyawati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar