Selamat Datang bagi Anda yang Percaya pada Perjuangan

Selasa, 26 Mei 2015

Cara Mendapatkan Calon Pembimbing (Luar Negeri)


Hai agan-agan sekalian, para pemburu beasiswa, para pejuang ulung, para pemimpi besar, dan para penakluk handal. Julukan-julukan tersebut mungkin sedikit terdengar “Lebay”, tapi memang mereka pantas dan layak mendapatkannya. Kenapa begitu? Yahh, pernahkah anda ditertawakan ketika menyebut kata “Aussie, USA, Belanda, New Zealand, atau Jepang” pada obrolan-obrolan kecil tentang cita-cita anda?, atau sekedar diberi senyum kecil yang penuh hinaan saat anda mencoba membicarakan impian anda?, atau bahkan direspon blak-blakkan dengan kata-kata “Haah, mau belajar ke luar negeri, mimpiiii lo...!!”? Jika jawabannya PERNAH, maka saya hanya bisa berkata “Bersabarlah dan tebalkan telinga anda”. :)
 
Melanjutkan studi ke luar negeri dengan modal NOL, memang tak semudah membuat mie instan siap saji dalam waktu 2 menit saat anda kelaparan. Itulah sebabnya, para pejuang beasiswa harus bermodalkan kesabaran, keikhlasan, keuletan, dan tahan banting selama proses aplikasi. Mendaftar beasiswa luar negeripun juga tak sekonyol mendaftar PNS yang menyogok hingga ratusan juta, atau bisa dengan mudahnya kongkalikong dengan petugas yang ada. Jika anda berniat menggunakan jalan itu, maka keluarlah dari coridor perjuangan beasiswa. 

Ada beberapa jenis beasiswa yang mengharuskan applicantnya menghubungi calon pembimbing sebelum mendaftar beasiswa, salah satunya AAS (Australian Awards Scholarship). Bagi para pejuang beasiswa yang strong, ini merupakan sebuah tantangan demi Thesis atau Desertasi mereka nantinya. Kenapa sebuah tantangan? Karna mungkin saja proposal anda akan ditolak untuk beberapa kali jika tidak sesuai dengan kriteria calon pembimbing anda. Dalam hal ini, pejuang Master by research atau Ph.D lah yang wajib memperjuangkannya. Tetapi sebenarnya ada alternative lain bagi pejuang yang sedikit tak mau kerepotan mencari calon pembimbing, yaitu dengan Master by coursework. “Memang apa bedanya Master by research dengan Master by coursework?”, agan mungkin sedang bertanya seperti itu dalam hati. Sangat jelas perbedaan kata Research dengan Coursework di kedua program MR dan MC tersebut. MR berisi 75% penelitian yang ditempuh selama 2 tahun, sedangkan MC berisi perkuliahan penuh yang dapat ditempuh selama 1 tahun. Gelarnya berbeda, tapi pengakuan di Indonesia sama saja (Sama-sama S2). Namun, jika anda mempunyai angan-angan melanjutkan Ph.D kedepannya, maka saya sarankan untuk mengambil MR yang dianggap lebih berpengalaman dalam riset. Tapi jika anda tipe orang yang moderate (seperti saya), maka ada pilihan ketiga “Combination” yang juga diwajibkan mencari calon supervisor.

Mencari calon pembimbing luar negeri terkadang dianggap sangat susah, seperti halnya seorang jomblo perfectionist yang sedang mencari calon pasangan. Yahh, memang sedikit benar. Setidaknya, anda perlu menambahkan gombalan-gombalan yang bisa membuat kedua calon pembimbing maupun pasangan seolah klepek-klepek mendengarnya. Tentunya gombalan untuk keduanya sangatlah berbeda. Tapi, apakah seorang pembimbing yang hebat akan dengan mudah menerima gombalan tersebut seperti yang dilakukan calon pasangan kita?. Jawabannya BISA JADI. Tak bisa dipungkiri, sehebat apapun seseorang pasti akan melted saat dirinya dipuji. Perkataan kadang tak sesuai dengan isi hati, dan kita harus bisa mengamatinya. Ada yang sengaja merespon dengan ekspresi agak jaim, flat, atau bahkan sedikit mengelak, seperti kata-kata “Ahh.. biasa aja!”. Padahal, sebenarnya hatinya sudah berbunga-bunga, melayang entah kemana. Anda merasa? Sayapun juga... hehehe

Seperti yang sudah saya aplikasikan ketika menghubungi calon pembimbing beberapa waktu lalu dan Alhamdulillah berhasil. Bagi pejuang baru, pasti ada sedikit kebingungan “Akan mulai dari mana saya untuk mendapatkan calon pembimbing?”. Jangan bingung, pengalaman saya ini mungkin bisa sedikit membantu dalam hal mencari calon pembimbing dan belum dalam hal dijaminnya lolos beasiswa. Karna sayapun masih proses menunggu pengumuman dan belum dinyatakan LOLOS. Namun setidaknya, anda bisa mengadopsi cara saya (INGAT! Mengadopsi bukan Menjiplak) ketika mencari calon pembimbing sebelum mengajukan aplikasi beasiswa. Baiklah, berikut beberapa tahap yang dapat dijadikan rujukan, diantaranya:

  1. Tentukan field of study dan universitas apa yang akan anda tuju (tentunya sesuai background study ataupun work anda) 
  2.  Cobalah cari di google search “Flinders University” (contoh tujuan universitas), lalu masuk ke website universitas tersebut 
  3.  Carilah “A-Z Index” pada website universitas, lalu ketik pada kolom search “Applied Linguistic” (contoh bidang ilmu secara umum), lalu masuklah ke fakultas jurusan yang lebih khusus “Master of Arts TESOL” (contoh field of study dalam program Master) 
  4.  Di halaman tersebut akan muncul deskripsi jurusan dan beberapa identitas ketua jurusan, wakil jurusan, serta beberapa supervisor atau dosen yang mengampu mata kuliah dalam jurusan tersebut. Lalu, amatilah satu per satu calon supervisor yang sesuai dengan topik penelitian yang akan anda buat. 
  5. Bukalah link-link di halaman setiap supervisor, seperti ; individual details, teaching, research supervision, publication, professional and community engagement 
  6.  Sempatkan download dan baca jurnal atau karya tulisan calon supervisor anda. Dan ambilah point penting dalam jurnal atau karya tulisan tersebut sebagai bahan Pujian atau Keseriusan anda sebelum memohon menjadi mahasiswa bimbingan beliau 
  7.  Jika tahap pengamatan sudah selesai dan anda sudah memantapkan hati pada satu supervisor, lalu tahap selanjutnya buatlah outline proposal penelitian (hanya gambaran penelitian) yang sesuai Supervisory Interest beliau. Outline proposal terdiri dari beberapa point, seperti ; research title, general description of research, research aims, methodology, relevant research or work experience, dan significance to Indonesia. (Ingat, penelitian yang menarik dan langka pasti akan diminati oleh para calon supervisor) 
  8.  Persiapkan Curriculum Vitae (Daftar riwayat hidup) anda yang terbaru 
  9.  Lalu, bersiaplah mengirim email pertama yang singkat dan tak bertele-tele kepada beliau dengan melampirkan Outline of Research Proposal dan Current CV 
  10.  Bersabarlah dan berdoa menunggu jawaban dari beliau, apakah beliau bersedia atau tidak menjadi calon pembimbing anda setelah anda LOLOS beasiswa nantinya.

Tahap yang panjang memang, untuk sekedar mencari seorang calon pembimbing yang bersedia. Tapi sebuah usaha pasti akan berbuah hasil. Seperti pengalaman saya yang menunggu jawaban hingga 3 minggu dan hampir putus asa (tapi tidak jadi :D) yang akhirnya terjawab dan bersedia walaupun dengan syarat. Berikut kronologi tanya-jawab email saya dengan calon pembimbing saya yang masih saya simpan untuk keperluan tahap Interview (Jika LOLOS). Biasanya hal kecil seperti ini akan diminta oleh pihak penyelenggara beasiswa sebagai bukti Relevant Correspondence dengan pihak Universitas.



  • Balasan email yang satu ini membuat saya tertawa geli. Bagaimana tidak, saya sudah panjang lebar menggunakan kosakata dan grammar yang selayaknya benar dalam Bahasa Inggris, tapi beliau malah membalasnya dengan Bahasa Indonesia. Alasan yang membuatnya seperti itu adalah, beliau merupakan dosen Indonesian and Languages Education. Lantas, pantas saja kalau beliau tertarik dengan Bahasa Indonesia apalagi orangnya. Karna beberapa penelitian beliau yang sudah saya lihat, sebagian pernah membahas Buku-buku Bahasa Indonesia dan diadakan di salah satu daerah di Indonesia. Did I get the right man? Kita lihat saja nanti, jika saya sudah bertemu beliau. Amiin.




Itulah beberapa hal tentang pengalaman saya yang semoga bisa membantu agan-agan sekalian dalam mendapatkan calon supervisor. Ini hanyalah contoh kecil yang belum tentu terbaik, maka modifikasikan dengan contoh-contoh lain yang lebih baik. Selamat berjuang dengan pribadi anda sendiri! Berjuang dengan pribadi orang lain tidaklah mencerminkan sebuah perjuangan. Bravo..!!!


Senin, 04 Mei 2015

Kerennya Seorang Guru



Jika berbicara tentang profesi, banyak yang bilang “Guru” adalah profesi yang jarang sekali dicita-citakan. Mengapa begitu? Yahh... bagaimana tidak. Seorang guru identik dengan pendapatan yang minim dan pengorbanan yang maksim. Bahkan, anak-anak yang belum berumur pun sudah menghindari profesi itu ketika orang lain bertanya “Kalo gede pengen jadi apa, nak?”, dengan sigapnya mereka menjawab “Dokter, Polisi, Tentara, Pilot, and blah blah blah”. Dan yang mencengangkan, ada yang bilang “pengen jadi artis”. Kata-kata yang nothing to lose (polos) itu muncul dari anggapan mereka bahwa profesi yang keren adalah profesi yang banyak duitnya. Ohh no...!

Padahal, siapakah yang mengira? Di balik sosoknya yang kadang kurang disukai, guru selalu bersabar ketika penjelasannya menjadi dongeng sebelum tidur, berlapang dada ketika ucapan anehnya sering ditirukan, berhati mulia ketika tegurannya tak diindahkan, dan berhati lapang ketika penampilannya sering dikomentari. Sungguh miris sekali, sudut kecil dari seorang guru yang kadang jarang kita perhatikan. Lalu, kerenkah seorang guru? Pasti keren dong, karna penulis artikel ini berprofesi sebagai guru. Hiks...

Disini bukan semata-mata karna saya menjadi tokoh utama di artikel ini, lantas saya membela keprofesiannya. Bukan. Tapi memang kenyataan tak membohongi. Saya rasa kawan-kawan satu profesi pernah mengalami hal yang sama. Tapi untungnya saya tidak sepenuhnya (Maaf.. sedikit mengelak), saya hanya mengamati murid-murid yang kebetulan melakukan apa yang saya tuliskan di paragraf kedua di atas.   

Hanya saja, mereka kurang menyadari. Dari siapa mereka mampu mengeja “ulal” menjadi “ular”?. Lalu, dari siapa pula mereka mampu membaca “Ini ibu Budi”?. Dan, dari siapa juga mereka mengetahui bahwa bumi itu berputar pada porosnya?.  Jika jawabannya bukan dari seorang guru, mungkin memang itu sebuah kenistaan.

Well, di dunia pendidikan yang katanya saat ini sudah mulai sejahtera, ternyata masih banyak juga kesejahteraan guru yang belum tersejahterakan. Padahal, guru-gurupun sudah merendahkan hati melalui kata-kata “pahlawan tanpa tanda jasa”. Yang tak ingin disebut berjasapun, juga ingin hidup selayaknya sejahtera. Sejahtera sekali dengan upah 6500 per jam dan keluar selama 3 bulan sekali. Saking sejahteranya, terkadang tercletus kata-kata “Guru dibayar murah untuk memperbaiki akhlak dan karakter anak bangsa, sedangkan artis dibayar mahal untuk merusak akhlak anak bangsa”. Tapi sayang, sindiran itu tidak terlalu peka. Dalam hal ini, seorang guru memang layak disebut keren.  

Lain lagi dengan guru muda yang harus kehilangan pacarnya akibat muncul meme-meme yang mengundang keminderan dan kecemburuan, seperti “menantu idaman itu pegawai bank”, “bidan = bidadari idaman”, “dokter adalah idola para polisi”, dan “99% perawat itu setia” . Kejombloan yang lama pun terjadi. Tapi mereka tetap keren, bertambah keren lagi setelah mereka membalas sengit meme tersebut dengan “Guru aja sabar ngadepin murid-muridnya yang nakal, apalagi ngadepin kamu yang suka nakalin banyak wanita”. Alhasil, banyak lelaki yang kebingungan memilih pasangan hidup. Gkgk... 

Anda boleh tertawa membacanya, karna tulisan-tulisan di atas hanyalah fiksi belaka. Namun, jika di antara anda ada yang menganggap sebaliknya, itupun sesuai harapan saya. Lebih berharap lagi jika Pak Anis Baswedan berkenan menyerapi artikel ini. Kami para pendidik hanya tak enak hati datang ke kantor beliau pada “hari buruh internasional”, upps salah maksud saya “hari pendidikan nasional” yang diperingati beberapa hari yang lalu. Maaf, saking easy going nya, terkadang sering salah sebut antara guru dengan buruh. Thanks for reading. :)