Selamat Datang bagi Anda yang Percaya pada Perjuangan

Sabtu, 21 Maret 2015

FAQs of Scholarship



For Newbie of Scholarship Hunt

Have you ever been aided when you are in trouble? FAQs is a media of the kindest ones who aid you with pleasure. FAQs trully aid either the new comers or some people who havent got clear information in scholarship hunt. Most people often see it at some social media, websites, and blogs link to scholarship, but they expressly skip what FAQs is and what for FAQs is?

FAQs stands for Frequently Asked Questions. You definitely know it’s meaning in Bahasa. FAQs is commonly used to get and giveinformation in particular matters through the answering and questioning lists. Sometime, some people do not need to quest anymore because their proposed questions have fit in with the former questions. Thus, the answering and questioning media like FAQs intensely facilitate the people in hunting some information. Here is the FAQs of mine as a new scholarship hunter, which have ever been quested to several people, experts, members of mailing lists, and even officer of related scholarship. It may be useful for the readers who come by my blog, Everything at Once “The Inspiration of Young Generation”. Have a nice reading :)

รจ                              FAQs of Australia Awards Scholarship (2015 and 2016 intake)

Q           : (3 Juni 2014)
    Oke thanks a lot for ur inform, oya Mr maaf mau tanya lagi.. saya sudah test ITP ada listening, structure, n reading. Sedangkan di application form nya ada 4 skill yang harus diisi, apakah ITP tidak diperlukan? Ataukah saya harus test IELTS?
A           : Sesuai ITP saja, mereka tahu itu. Nilai structure diisikan pada kolom writing, sedangkan speaking dikosongkan saja.

           Q            : (19 Juni 2014)
             Hello, saya Eka, saya berencana mengusulkan Gender Equality Course di Flinders University pada master degree saya. Di application letter AAS, terdapat satu course dari dua universitas berbeda. Sedangkan, di CRICOS, Gender Equality hanya ada di Flinders University saja. Bagaimana langkah saya untuk mengisi alternative institution pada form AAS tersebut? Terimakasih.
A           : Hi Echa, kosongkan saja bagian alternative institution nya, it’s no matter.

Q           : (19 Juni 2014)
              Hello, mohon pencerahannya.. dokumen optional itu disertakan bersama pengiriman essential document atau ngirimnya setelah tahap berkas saja ya? Terimakasih sebelumnya J
A           : Disertakan pada saat mengikuti interview atau setelah lulus tahap berkas. Tapi, jika ingin dikirim bersama dengan essential document juga lebih baik, mereka akan mengerti kesiapan berkas kita.

Q           : (23 Juni 2014)
                Om Swasti Astu Mr. Saya Eka, fresh graduate dari Lampung. saya sudah download video referensi dari Mr tentang AAS 2012/2013. Untuk pengisian supporting statement di form tahun ini harus menyertakan approximately 400 kata/pertanyaan. Dalam space yang tersedia, sudah saya coba masukkan tapi tidak cukup. Jika saya attach page, apakah akan berpengaruh atau tidak Mr? Mohon pencerahannya.
A           : Tidak apa-apa, tidak ada masalah.

Q           : (30 Juni 2014)
                Salam, saya ingin bertanya apakah saya harus silang atau kosongkan saja N/A pada kolom checklist jika documentnya tidak saya sertakan? Terimakasih
A           : Kosongkan saja, N/A adalah Not Applicable, bukan Not Available.

Q           : (18 Februari 2015)
                 Dear milisters, saya ingin bertanya, Indonesia applicant harus mellaui OASIS bukan? Saya masih bingung, apa maksud “Please complete additional form before uploading onto OASIS?”, Apakah additional form yang sudah saya lengkapi tersebut saya upload atau saya post kan ke Aus awards office? Mohon bantuannya, terimakasih.
A           : Hi Echa, saya bantu ya... additional form versi word diisi komplit, di-PDF-kan, kemudian diupload ke OASIS bareng dengan dokumen pendukung lainnya (Ijazah,dkk).

Q           : (18 Februari 2015)
                Salam, apakah document scan yang diupload itu akan diminta originalnya setelah lolos tahap pertama? Saya sudah apply kedua kalinya ini, jadi saya ingin memakai scan TOEFL ITP saya tahun kemaren, sedangkan yang asli sudah saya kirim di aplikasi tahun lalu. Terimakasih banyak.
A           : Saran saya sih lebih baik mengambil test TOEFL ITP yang baru lagi. Kalau nanti diminta asli, ya tinggal minta original copy dari instansi yang mengeluarkannya. Ga usah berpikir rumit. Setau saya, tidak ada kewajiban untuk menunjukkan dokumen asli, apapun itu, dalam semua tahapan seleksi AAS. Khusus untuk sertifikat English Profeciency, itu hanya menjadi saringan bagi para pelamar saja. Misal, yang nilai overall IELTS-nya di bawah 5.0 akan digugurkan. Yang lolos, tentunya syarat laen juga lolos, lanjut ke tes berikutnya. Nah, di tes berikutnya kan semua pelamar atau calon awardee akan dites IELTS lagi. Jadi hasil tes IELTS atau ITP yang sebelumnya diperoleh untuk apply AAS ga kepake lagi.

Q           : (28 Februari 2015)
                   Dear milisters, saya Eka, sorry.. saya ingin bertanya. Di aplikasi beasiswa AAS terdapat dua proposed universities bukan? Nah, karna saya ingin mengambil Master by Research, apakah saya harus mencari calon supervisor di dua univ tersebut? Atau boleh hanya salah satunya saja? Terimakasih.
A           : Satu calon supervisor saja sudah cukup.

Q           : (28 Februari 2015)
              Salam, saya ingin bertanya apakah spouse tetapi masih “engage” boleh ikut jika lolos beasiswa AAS?
A           : Kalau masih statusnya tunangan tidak dapat ikut serta.

Selasa, 10 Maret 2015

A Hidden Fact



Pemburu Beasiswa yang Penakut

Pernahkah anda membaca cerita-cerita penerima beasiswa Oversea (Luar Negeri) yang membanggakan? Ataukah sekedar cerita kekecewaan pemburu beasiswa yang berkali-kali gagal? Atau mungkin saja cerita pemburu baru yang belum berpengalaman? Sekarang, saatnya anda tersesat dalam cerita saya yang membongkar habis seorang penakut yang ingin menjadi pahlawan dengan tombak di tangannya. Terdengar ngeri, tapi cukup mengundang tawa kecil dengan kata “penakut”.
Tak heran memang, jika suatu saat anda melihat seorang demonstran yang menggebu-gebu menentang Ahok, tapi berada di barisan paling belakang. Atau seorang aktivis media sosial yang menulis banyak hinaan tapi menangis di pengadilan saat dilaporkan Pak Jokowi. Ada lagi yang sengaja mencantumkan “anonymous” saat ikut-ikutan membuat meme untuk Haji Lulung. Karakter-karakter yang selayaknya dianggap berkarakteristik gentle, tapi spontan di luar dugaan.
Tak jauh beda dengan pemburu beasiswa yang penakut. Untuk hal satu ini, saya jelas-jelas berani mencetak tebal kata “penakut” untuk seorang kurang pemberani seperti saya. Bayangan mengambil Master di luar negeri sangatlah mengerikan bagi gadis desa yang tiap hari diam di kamar dan depan televisi itu. Namun, mimpinya yang besar membuatnya berangan-angan menaiki tangga pesawat sambil berkata “Bye Indonesia”, masuk gedung opera di Sydney, berlari-lari riang di atas salju, berdiskusi dengan Dr. Kohler (Supervisor impiannya), menulis dailydiary seperti tulisan salah satu peraih beasiswa AAS, “74 Crown Street, Wollongong, 21 February 2012”. Kelihatannya memang tak semenarik yang orang lain bayangkan, tapi kepuasaan orang terletak pada hal yang berbeda-beda.
Awalnya saya jauh lebih takut dari sekarang. Menurut saya,tingkat ketakutan saya berkurang 35 % dari 85%, jadi tinggal dihitung saja sisa ketakutannya. Yapss, tepat sekali 50%.Entah faktor apa yang dapat menguranginya. Yang jelas, saya rajin membaca cerita Pak Andi di buku beliau “Berguru ke Negeri Kangguru”,  sering juga memikirkan “Akankah terus menjadi guru honorer?”, tak jarang juga membayangkan “Lulusan luar negeri pasti lebih diperhitungkan”.Hal-hal kecil seperti itu terkadang menciptakan energi positif bagi seorang penakut yang bermimpi besar.
Tak jarang juga, teman-teman masih saja ada yang menganggap saya ahli dalam bidang beasiswa dan saudara-saudaranya (TOEFL, Essay, References, dll). Mereka sengaja mencari tahu hal-hal tersebut dengan memulai chat“Apa kabar?” atau sekedar bertanya “lagi ngapain?”, atau ada juga yang langsung to the point. Dan semuanya diakhiri dengan kata-kata “Keep in touch yah..”. Dari situ kadang saya merasa heran, tiba-tiba saya menjadi penasehat amatir dengan julukan “Kakak Senior” oleh teman-teman saya (untungnya bukan kakak pertama). Dari situ kadang saya juga berfikir keras, “apply beasiswa baru mau 3 kali dengan 2 kali telah gagal, test TOEFL juga baru 4 kali ini, bikin essay juga masih kacau balau, reference juga udah ada format yang tersedia” nyatanya saya tidak lebih baik dari anggapannya. Mereka mungkin tidak tahu ketika mereka bertanya blah blah blah tentang beasiswa, atau curhat ketakutannya mencoba test TOEFL, terkadang saya menjawab dengan rasa yang sama seperti mereka. Tetapi saya lebih pandai menyembunyikannya. Terlebih lagi, saya juga sering mengajak siapapun untuk apply beasiswa dan mengikuti test TOEFL  bersama. Dengan alasan supaya saya ada teman di luar negeri jika lolos beasiswa nantinya (bilang aja TAKUT). Secara logika, pemburu beasiswa mana yang tak takut jika pesaingnya bertambah, maka hal paling bodoh adalah saat membuka peluang bagi yang lain dengan cara mengajaknya. Itu artinya, dengan perbandingan awal 1:10 akan menjadi 1:11 jika ada satu orang yang tertarik mendaftar. Hal itu juga akan mempersempit peluang dalam shortlist. Rasa takut menurut logika mungkin saja ada, namun hal yang terbesit dalam diri saya “Kalau udah rizki pasti gak akan kemana”.
Lain lagi dengan ibu saya yang tak tahu TOEFL itu apa, essay itu apa, Master by research itu apa, bagaimana proses pendaftarannya,tetapi selalu mendukung penuh anaknya meraih beasiswa Oversea. Namun suatu hari beliau mengetuk kembali ketakutan yang pura-pura saya pendam. Tiba-tiba tercetus kata-kata ibu, “Masuk angin aja nangis, kayak gitu mau ke luar negeri”. Saya hanya tertawa, bukan hinaan atau cemoohan yang ibu lontarkan sebenarnya. Tapi sebuah ketakutan dan kekhawatiran dibalik dukungannya yang luar biasa. Rupanya ibu juga pandai menyembunyikan ketakutan itu. Seharusnya saya menambahkan judul di artikel ini menjadi “Ibu dan Pemburu Beasiswa yang Penakut”. LOL... Tapi saya selalu ingat, Kenyataan itu tidak lebih buruk dari bayangan.
Diri sayapun merasa puas setelah saya benar-benar berhasil menyatakan siapakah seorang penakut di artikel ini. Menyindir diri sendiri terkadang menjadi cara terbaik untuk memotivasi diri. Inilah yang sedang saya rasakan, “Less Motivated”. Jika anda mempunyai cerita yang sama dengan saya, bersiaplah untuk termotivasi bukan tersindir. Thanks for reading :)