Selamat Datang bagi Anda yang Percaya pada Perjuangan

Minggu, 26 April 2015

TRIK DI BALIK TOEFL (FOR NEWBIE TOEFL BREAKERS)




Dalam dunia peperangan, strategi, taktik, atau trik haruslah direncanakan matang-matang untuk melumpuhkan kubu lawan. Para prajurit tak hanya dituntut berbadan kekar, berkaki tegap, berjiwa juang, dan bersenjata lengkap. Namun, taktik yang tepat dapat membawa mereka dalam sebuah kemenangan. Tak jarang juga, trik yang sudah dianggap tepatterkadang bisa menjadi senjata makan tuan. Seperti cerita dalam beberapa film ini; The Tournament, Mr. And Mrs. Smith, dan Prince of Persia.
Sama halnya dalam dunia perTOEFLan, kita tak hanya dituntut untuk pintar, cerdas, dan peka. Namun, akal kancilpun harus dicoba juga. Seseorang yang meraih nilai TOEFL 550 dengan cara ini, pasti akan tersenyum-senyum ketika temannya memujidengan kata-kata “Elu makannya apa sih, kok pinter banget!”. Dalam hati pasti tertawa terbahak-bahak dan menjawab, “Ahh biasa aja..!”. TOEFL tak hanya untuk orang-orang yang pintar, tapi orang dengan IQ di bawah 100 pun juga harus layak dengan cara yang pintar. Jadi, bagi kawan-kawan yang kurang mahir dalam Bahasa Inggris, jangan berkecil hati! Orang pintar pasti akan kalah dengan orang beruntung, maka jadilah beruntung dengan cara lain yang tidak sempat dipakai oleh orang-orang pintar. (Talking to the mirror :D )
TOEFL memang dianggap sebagai momok yang mengerikan dan menakutkan bagi para TOEFL breakers. Anggapan itu juga saya rasakan sebelum saya mencoba beberapa strategi khusus untuk sedikit menaklukkannya (Karna saya sadar saya bukan orang yang pintar). Hal ini sesuai apa yang sudah saya alami selama beberapa kali mengikuti test TOEFL, mulai dari test tanpa trik, trik yang salah kaprah, trik yang kurang tepat, trik yang sedikit lebih tepat, atau bahkan trik yang salah tapi membawa berkah.
Dalam kurun waktu empat tahun ini, terdapat 5 kali test TOEFL ITP yang sudah saya jalani. Hanya terdapat dua institusi test TOEFL jenis ITP yang resmi di Lampung, yaitu Universitas Lampung dan Universitas Malahayati, tetapi saya memilih Unila ketika mengambil test. Detail pelaksanaan dan hasilnya, antara lain;
No.
Times Taken
Total Score
Detailed Score
1.
Sept 16, 2012
483
Listening : 47
Writing : 50
Reading : 48
2.
March 29, 2014
503
Listening : 49
Writing : 51
Reading : 51
3.
June 14, 2014
470
Listening : 47
Writing : 47
Reading : 47
4.
March 07, 2015
500
Listening : 49
Writing : 53
Reading : 48
5.
April 04, 2015
510
Listening : 45
Writing : 54
Reading : 54

Seandainya saja saya pembaca seperti anda,dan bukan penulis artikel ini, saya pasti akan tercengang melihat tabel di atas. Bukan karna hasil skornya, tapi sepertinya ada rasa sakit hati yang dalam di tengah urutan skor dari tahun ke tahun. Yapp... memang betul dugaan itu! Seperti yang saya alami, ada rasa syukur, senang, kesal, sebel, kecewa, kurang puas, dan sakit hati di balik urutan angka-angka itu. Walaupun memang itu hasil saya sendiri. Jadi, bukan salah soalnya yang susah banget, atau waktu testnya yang kurang lama, atau listening recordnya yang kurang jelas, tapi intinya saya sakit hati banget sama diri saya sendiri. (Saya mah gitu orangnya)
Lebih jauh lagi, saya akan bagikan pengalaman dan beberapa trik selama mengikuti kelima test TOEFL tersebut, dan ini sangat recommended bagi TOEFL breaker pemula. Here we go...
1.      The First Test
Untuk seumuran mahasiswi semester 4, TOEFL mungkin masih baru di telinga mereka. Sama seperti saya waktu itu, dengan kemampuan seadanya, modal yang senekad-nekadnya, dan keberanian yang sekucur-kucurnya, saya putuskan untuk mencoba test TOEFL tanpa trik apapun. Anggapan yang masih polos, bahwa saya harus belajar keras untuk meraih nilai minimal 450 (versi saya) di kala itu. Buku Barron 560 halamanpun saya bolak-balik setiap pagi, siang, sore, dan malam hari. Saya akui, saya polos sekali saat itu... (-_-). Pada tiba saat test, deg-degan pasti ada, lembar jawaban yang masih asing bagi saya, waktu banyak saya habiskan untuk sekedar mengisi identitas, saya akui saya sungguh polos sekali. Sepekan sudah, hasilpun keluar dan nilai saya 483. Lagi-lagi saya polos, saya tidak tahu harus senang atau sedih, sayapun tidak tahu nilai maksimal TOEFL itu berapa, saya juga tidak tahu nilai 483 itu terkategori bagus atau kurang bagus. Saya memang polos.
Conclusion : The first test was without trick and impression (Nothing to lose).

2.      The Second Test
Setelah sadar dari kepolosan saya, beberapa tahun kemudian saya tertarik kembali mengikuti test kedua. Kali ini dengan keadaan dan suasana berbeda. Saya tidak lagi belajar mati-matian sebelum test, saya juga tidak lagi menghafal rumus-rumus tenses, apalagi sekedar memasang headset setiap sebelum tidur. Kali ini, saya lebih rilex. Pola belajar saya ubah sesuai kebutuhan. 1 atau 2 jam setelah subuh adalah waktu belajar saya ketika itu. Entah kenapa, malam sebelum test, saya tertidur pulas dan tak ingin belajar apapun (tidak seperti biasanya). Keesokan harinya, saya test dengan otak yang fresh walaupun belum sarapan. Saya sedikit deg-degan dengan hasilnya setelah lama tidak mengikuti test. Hasil yang mencengangkan, 503. Awalnya, saya berfikiran mustahil meraih skor 500. Karna kemampuan saya tidak terlalu Wahh. Saya baru sadar, belajar terus-menerus itu bukan solusi.Dan, relaksasi otak seharusnya dijadikan sebagai trik khusus sebelum test.
Conclusion : The second testapplied trickyrelaxation for brain.

3.      The Third Test
Saking semangatnya, saya berniat mengikuti test lagi 1 bulan setelahnya. Namun, dua minggu sebelum mengikuti test, saya mendapat beberapa lembar latihan TOEFL yang mirip sekali dengan TOEFL yang saya ambil. Semangat sayapun bertambah, tanpa menghiraukan relaksasi otak, saya selalu berlatih TOEFL yang diberi oleh teman saya itu. Hingga tiba malam sebelum test, saya tetap membolak-balik soal-soal latihan itu. Keesokan harinya, saya test dengan anggapan otak yang matang oleh latihan-latihan semalam. Setelah hasilnya keluar, benar-benar sangat mengecewakan. Andai bisa dideskripsikan, sakit hati itu ketika nilai 503 drastis turun menjadi 470. Buruk sekali, sungguh buruk sekali. Saya sangat menyesal dengan cara yang sudah saya ambil sebelumnya.
Conclusion : The third test was without trick and relaxation. (So saddening)

4.      The Fourth Test
Test keempat ini, saya berniat untuk mencoba beberapa trik berdasarkan saran dari seorang dosen. Test berbentuk mutiple choice ini bisa saja direkayasa dengan cara yang tricky. TOEFL terdiri dari 3 bagian, yaitu; Listening Comprehension, Structure and Written Expression, and Reading Comprehension. Masing-masing bagian terdiri dari 50 soal, 40 soal, dan 50 soal. Semua bagian soal terdiri dari pilihan A, B, C, dan D. Dari setiap bagian soal harus ditetapkan satu pilihan berbeda, apakah A, B, C, atau D. Bingung ya... Gini nih contohnya: Kita bisa saja menembak setiap jawaban ketika kita dalam keadaan blank (Ingat : hanya dalam keadaan blank saja). Jika kita sudah menentukan jawaban A untuk Listening, maka jawaban B untuk Structure, dan C atau D untuk Reading (tidak boleh sama antara setiap bagian).
Kebetulan, saking fokusnya mengerjakan soal, saya tidak bisa memanagewaktu. Sehingga waktu sudah habis, jawabanpun masih ada yang kosong. Saya langsung mencoba mengaplikasikan trik tersebut. Jawaban Listening yang masih kosong saya tembak A semua, dan Reading D semua (dengan terlebih dahulu mengisi soal-soal vocab), untungnya Structure sudah terisi penuh. Dalam keadaan seperti inipun, trik ini sangat membantu. Hasilnya standar 500, tapi saya tetap bersyukur dibandingkan test sebelumnya.
Conclusion : The third test was amazing with the tricky way.

5.      The Fifth Test
Test yang belum lama saya ambil ini merupakan bentuk penasaran saya dari test sebelumnya. Dengan belajar dari kesalahan dan bereksperimen menciptakan trik sendiri dan mengkombinasikan dengan beberapa orang ahli, saya beranikan diri mengambil test sebulan setelahnya. Di test-test sebelumnya, saya selalu lemah di bagian Listening. Hal ini terlihat dari perolehan skor Listening dari setiap test yang saya ambil. Saya berinisiatif melakukan Drill pada kemampuan Listening saya, sekaligus mencari akal agar skor Listening saya meningkat. Mengarsir terlalu lama ternyata kesalahan yang saya buat saat Listening. Waktu yang terbuang banyak tersebut membuat saya tidak fokus dengan percakapan yang didengarkan. Alhasil, saya kepikiran dengan trik yang satu ini.
-          Dalam direction part A pada Listening terdapat waktu luang sekitar 3 menit (waktu tersebut diisi oleh director). Waktu tersebut saya gunakan untuk mengisi 10 soal pada bagian Structure. Setelah director selesai memberi petunjuk, saya pastikan fokus pada soal dan menjawab tanpa mengarsir (hanya ditandai).
-          Sedangkan pada direction part B terdapat waktu luang sekitar 50 detik. Waktu tersebut saya gunakan untuk mengarsir jawaban-jawaban pada part A. Kemudian saya fokus kembali menandai jawaban part B tanpa mengarsirnya (sama seperti part A).
-          Lalu, pada direction part C terdapat waktu luang sekitar 3 menit. Saya gunakan untuk mengarsir jawaban-jawaban part B. Karena waktunya masih sisa, saya lanjutkan kembali mengerjakan soal pada bagian Structure.
-          Setelah direction part C usai, saya mengisi dan mengarsir jawaban-jawaban pada part C.
Anggapan saya dengan trik seperti itu, pemahaman dan skor Listening saya akan meningkat. Namun, sungguh mengejutkan setelah saya melihat hasilnya. Trik yang saya khususkan untuk Listening, malah menguntungkan bagi Structure dan Reading. Dan, ternyata eksperimen saya gagal tapi nilai saya meningkat walaupun tidak pada Listening. 510 sungguh pencapaian tertinggi bagi saya. Trik salah yang membawa berkah. Hahaha...
Conclusion : The fifth test was failed rocking experiment. 

Dari cerita pengalaman kelima test di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Beberapa trik dapat menunjang kelangsungan dan keberhasilan TOEFL anda. Baik trik sebelum test maupun selama test.
2.      Terlalu sering mengikuti test akan membuat kita terbiasa dan akan menjadi bisa.
3.      Test dengan trik akan lebih membuat anda penasaran mencoba test lagi jika nilai anda masih kecil.
4.      Untuk mencapai nilai AMAZING butuh proses, maka anda harus menikmati proses itu dengan rasa penasaran bukan terbebani.

Jika anda merasa mempunyai kelemahan dan kesalahan seperti saya, cobalah memodifikasi beberapa trik di atas dengan trik anda sendiri (karna saya sadar trik saya kurang jitu). Saya tidak bermaksud menggurui, namun hanya ingin sekali berbagi pengalaman yang siapa tahu bermanfaat. Jika tidak bermanfaat, anda boleh tidak menghiraukan tulisan ini (Hee... Just Kidding). Terimakasih sudah mampir ke blog saya... ^_^

Sabtu, 21 Maret 2015

FAQs of Scholarship



For Newbie of Scholarship Hunt

Have you ever been aided when you are in trouble? FAQs is a media of the kindest ones who aid you with pleasure. FAQs trully aid either the new comers or some people who havent got clear information in scholarship hunt. Most people often see it at some social media, websites, and blogs link to scholarship, but they expressly skip what FAQs is and what for FAQs is?

FAQs stands for Frequently Asked Questions. You definitely know it’s meaning in Bahasa. FAQs is commonly used to get and giveinformation in particular matters through the answering and questioning lists. Sometime, some people do not need to quest anymore because their proposed questions have fit in with the former questions. Thus, the answering and questioning media like FAQs intensely facilitate the people in hunting some information. Here is the FAQs of mine as a new scholarship hunter, which have ever been quested to several people, experts, members of mailing lists, and even officer of related scholarship. It may be useful for the readers who come by my blog, Everything at Once “The Inspiration of Young Generation”. Have a nice reading :)

è                              FAQs of Australia Awards Scholarship (2015 and 2016 intake)

Q           : (3 Juni 2014)
    Oke thanks a lot for ur inform, oya Mr maaf mau tanya lagi.. saya sudah test ITP ada listening, structure, n reading. Sedangkan di application form nya ada 4 skill yang harus diisi, apakah ITP tidak diperlukan? Ataukah saya harus test IELTS?
A           : Sesuai ITP saja, mereka tahu itu. Nilai structure diisikan pada kolom writing, sedangkan speaking dikosongkan saja.

           Q            : (19 Juni 2014)
             Hello, saya Eka, saya berencana mengusulkan Gender Equality Course di Flinders University pada master degree saya. Di application letter AAS, terdapat satu course dari dua universitas berbeda. Sedangkan, di CRICOS, Gender Equality hanya ada di Flinders University saja. Bagaimana langkah saya untuk mengisi alternative institution pada form AAS tersebut? Terimakasih.
A           : Hi Echa, kosongkan saja bagian alternative institution nya, it’s no matter.

Q           : (19 Juni 2014)
              Hello, mohon pencerahannya.. dokumen optional itu disertakan bersama pengiriman essential document atau ngirimnya setelah tahap berkas saja ya? Terimakasih sebelumnya J
A           : Disertakan pada saat mengikuti interview atau setelah lulus tahap berkas. Tapi, jika ingin dikirim bersama dengan essential document juga lebih baik, mereka akan mengerti kesiapan berkas kita.

Q           : (23 Juni 2014)
                Om Swasti Astu Mr. Saya Eka, fresh graduate dari Lampung. saya sudah download video referensi dari Mr tentang AAS 2012/2013. Untuk pengisian supporting statement di form tahun ini harus menyertakan approximately 400 kata/pertanyaan. Dalam space yang tersedia, sudah saya coba masukkan tapi tidak cukup. Jika saya attach page, apakah akan berpengaruh atau tidak Mr? Mohon pencerahannya.
A           : Tidak apa-apa, tidak ada masalah.

Q           : (30 Juni 2014)
                Salam, saya ingin bertanya apakah saya harus silang atau kosongkan saja N/A pada kolom checklist jika documentnya tidak saya sertakan? Terimakasih
A           : Kosongkan saja, N/A adalah Not Applicable, bukan Not Available.

Q           : (18 Februari 2015)
                 Dear milisters, saya ingin bertanya, Indonesia applicant harus mellaui OASIS bukan? Saya masih bingung, apa maksud “Please complete additional form before uploading onto OASIS?”, Apakah additional form yang sudah saya lengkapi tersebut saya upload atau saya post kan ke Aus awards office? Mohon bantuannya, terimakasih.
A           : Hi Echa, saya bantu ya... additional form versi word diisi komplit, di-PDF-kan, kemudian diupload ke OASIS bareng dengan dokumen pendukung lainnya (Ijazah,dkk).

Q           : (18 Februari 2015)
                Salam, apakah document scan yang diupload itu akan diminta originalnya setelah lolos tahap pertama? Saya sudah apply kedua kalinya ini, jadi saya ingin memakai scan TOEFL ITP saya tahun kemaren, sedangkan yang asli sudah saya kirim di aplikasi tahun lalu. Terimakasih banyak.
A           : Saran saya sih lebih baik mengambil test TOEFL ITP yang baru lagi. Kalau nanti diminta asli, ya tinggal minta original copy dari instansi yang mengeluarkannya. Ga usah berpikir rumit. Setau saya, tidak ada kewajiban untuk menunjukkan dokumen asli, apapun itu, dalam semua tahapan seleksi AAS. Khusus untuk sertifikat English Profeciency, itu hanya menjadi saringan bagi para pelamar saja. Misal, yang nilai overall IELTS-nya di bawah 5.0 akan digugurkan. Yang lolos, tentunya syarat laen juga lolos, lanjut ke tes berikutnya. Nah, di tes berikutnya kan semua pelamar atau calon awardee akan dites IELTS lagi. Jadi hasil tes IELTS atau ITP yang sebelumnya diperoleh untuk apply AAS ga kepake lagi.

Q           : (28 Februari 2015)
                   Dear milisters, saya Eka, sorry.. saya ingin bertanya. Di aplikasi beasiswa AAS terdapat dua proposed universities bukan? Nah, karna saya ingin mengambil Master by Research, apakah saya harus mencari calon supervisor di dua univ tersebut? Atau boleh hanya salah satunya saja? Terimakasih.
A           : Satu calon supervisor saja sudah cukup.

Q           : (28 Februari 2015)
              Salam, saya ingin bertanya apakah spouse tetapi masih “engage” boleh ikut jika lolos beasiswa AAS?
A           : Kalau masih statusnya tunangan tidak dapat ikut serta.

Selasa, 10 Maret 2015

A Hidden Fact



Pemburu Beasiswa yang Penakut

Pernahkah anda membaca cerita-cerita penerima beasiswa Oversea (Luar Negeri) yang membanggakan? Ataukah sekedar cerita kekecewaan pemburu beasiswa yang berkali-kali gagal? Atau mungkin saja cerita pemburu baru yang belum berpengalaman? Sekarang, saatnya anda tersesat dalam cerita saya yang membongkar habis seorang penakut yang ingin menjadi pahlawan dengan tombak di tangannya. Terdengar ngeri, tapi cukup mengundang tawa kecil dengan kata “penakut”.
Tak heran memang, jika suatu saat anda melihat seorang demonstran yang menggebu-gebu menentang Ahok, tapi berada di barisan paling belakang. Atau seorang aktivis media sosial yang menulis banyak hinaan tapi menangis di pengadilan saat dilaporkan Pak Jokowi. Ada lagi yang sengaja mencantumkan “anonymous” saat ikut-ikutan membuat meme untuk Haji Lulung. Karakter-karakter yang selayaknya dianggap berkarakteristik gentle, tapi spontan di luar dugaan.
Tak jauh beda dengan pemburu beasiswa yang penakut. Untuk hal satu ini, saya jelas-jelas berani mencetak tebal kata “penakut” untuk seorang kurang pemberani seperti saya. Bayangan mengambil Master di luar negeri sangatlah mengerikan bagi gadis desa yang tiap hari diam di kamar dan depan televisi itu. Namun, mimpinya yang besar membuatnya berangan-angan menaiki tangga pesawat sambil berkata “Bye Indonesia”, masuk gedung opera di Sydney, berlari-lari riang di atas salju, berdiskusi dengan Dr. Kohler (Supervisor impiannya), menulis dailydiary seperti tulisan salah satu peraih beasiswa AAS, “74 Crown Street, Wollongong, 21 February 2012”. Kelihatannya memang tak semenarik yang orang lain bayangkan, tapi kepuasaan orang terletak pada hal yang berbeda-beda.
Awalnya saya jauh lebih takut dari sekarang. Menurut saya,tingkat ketakutan saya berkurang 35 % dari 85%, jadi tinggal dihitung saja sisa ketakutannya. Yapss, tepat sekali 50%.Entah faktor apa yang dapat menguranginya. Yang jelas, saya rajin membaca cerita Pak Andi di buku beliau “Berguru ke Negeri Kangguru”,  sering juga memikirkan “Akankah terus menjadi guru honorer?”, tak jarang juga membayangkan “Lulusan luar negeri pasti lebih diperhitungkan”.Hal-hal kecil seperti itu terkadang menciptakan energi positif bagi seorang penakut yang bermimpi besar.
Tak jarang juga, teman-teman masih saja ada yang menganggap saya ahli dalam bidang beasiswa dan saudara-saudaranya (TOEFL, Essay, References, dll). Mereka sengaja mencari tahu hal-hal tersebut dengan memulai chat“Apa kabar?” atau sekedar bertanya “lagi ngapain?”, atau ada juga yang langsung to the point. Dan semuanya diakhiri dengan kata-kata “Keep in touch yah..”. Dari situ kadang saya merasa heran, tiba-tiba saya menjadi penasehat amatir dengan julukan “Kakak Senior” oleh teman-teman saya (untungnya bukan kakak pertama). Dari situ kadang saya juga berfikir keras, “apply beasiswa baru mau 3 kali dengan 2 kali telah gagal, test TOEFL juga baru 4 kali ini, bikin essay juga masih kacau balau, reference juga udah ada format yang tersedia” nyatanya saya tidak lebih baik dari anggapannya. Mereka mungkin tidak tahu ketika mereka bertanya blah blah blah tentang beasiswa, atau curhat ketakutannya mencoba test TOEFL, terkadang saya menjawab dengan rasa yang sama seperti mereka. Tetapi saya lebih pandai menyembunyikannya. Terlebih lagi, saya juga sering mengajak siapapun untuk apply beasiswa dan mengikuti test TOEFL  bersama. Dengan alasan supaya saya ada teman di luar negeri jika lolos beasiswa nantinya (bilang aja TAKUT). Secara logika, pemburu beasiswa mana yang tak takut jika pesaingnya bertambah, maka hal paling bodoh adalah saat membuka peluang bagi yang lain dengan cara mengajaknya. Itu artinya, dengan perbandingan awal 1:10 akan menjadi 1:11 jika ada satu orang yang tertarik mendaftar. Hal itu juga akan mempersempit peluang dalam shortlist. Rasa takut menurut logika mungkin saja ada, namun hal yang terbesit dalam diri saya “Kalau udah rizki pasti gak akan kemana”.
Lain lagi dengan ibu saya yang tak tahu TOEFL itu apa, essay itu apa, Master by research itu apa, bagaimana proses pendaftarannya,tetapi selalu mendukung penuh anaknya meraih beasiswa Oversea. Namun suatu hari beliau mengetuk kembali ketakutan yang pura-pura saya pendam. Tiba-tiba tercetus kata-kata ibu, “Masuk angin aja nangis, kayak gitu mau ke luar negeri”. Saya hanya tertawa, bukan hinaan atau cemoohan yang ibu lontarkan sebenarnya. Tapi sebuah ketakutan dan kekhawatiran dibalik dukungannya yang luar biasa. Rupanya ibu juga pandai menyembunyikan ketakutan itu. Seharusnya saya menambahkan judul di artikel ini menjadi “Ibu dan Pemburu Beasiswa yang Penakut”. LOL... Tapi saya selalu ingat, Kenyataan itu tidak lebih buruk dari bayangan.
Diri sayapun merasa puas setelah saya benar-benar berhasil menyatakan siapakah seorang penakut di artikel ini. Menyindir diri sendiri terkadang menjadi cara terbaik untuk memotivasi diri. Inilah yang sedang saya rasakan, “Less Motivated”. Jika anda mempunyai cerita yang sama dengan saya, bersiaplah untuk termotivasi bukan tersindir. Thanks for reading :)