Selamat Datang bagi Anda yang Percaya pada Perjuangan

Senin, 13 Oktober 2014

BAHASA INGGRIS BUKAN SAINS



Kala dulu masih inget aja waktu guruku dengan semangatnya ngajarin rumus-rumus pembentuk kalimat bahasa inggris yang sempurna. Dari simple present, present continous, simple past, past continous, simple future, dan apalah itu yang katanya ada sekitar 17 tenses dalam bahasa inggris (Udah agak lupa sekarang :D). Aku si dulu mati-matian ngehafalin semuanya (tapi sekarang masih idup tuh.. :p), karna emang pikirku bahasa inggris itu identik dengan formula yang aku paksain simple tapi benernya rumit kalo diterapin (menurutku). Untungnya, guruku banyak akal. Sampek-sampek mereka nyari trik khusus biar murid-murid gampang ngingetnya. Kayak yang ini nih (AYU DEWI SI HITAM) plesetan buat nginget 7 subject dalam bahasa inggris (I, YOU, THEY, WE, SHE, HE, IT). Tapi emang bener, plesetan zaman sekolah itu masih nempel aja di otak sampek aku udah lulus S1. Guru yang kreatif kayak gitu emang masih gampang diinget, gak cuma guru nya tapi juga pelajarannya lo (iya kan...). Big appreciation for them J. Ehh, kita ngomong agak serius dikit yuk. ehem.. eheemm...
Bicara tentang fakta pembelajaran Bahasa Inggris saat ini, persepsi dan aplikasi sebagian guru Bahasa Inggris di Indonesia ternyata berbeda. Mereka menganggap tenses-tenses itulah akar yang mendasari pembelajaran Bahasa Inggris. Yahh.. itulah fakta yang sudah memfosil. Sehingga ada yang berpendapat bahwa pengetahuan tenses orang Indonesia lebih baik daripada native speaker (ko bisa ya...>mikir keras<). Tetapi hanya pengetahuan tensesnya saja, tidak untuk yang lainnya (ya iya donk, pasti.. :p). Berdasarkan pengalaman, peserta didik menjadi sungkan bahkan takut bercakap bahasa inggris karna terbayangi oleh rumus-rumus yang mengikat mereka. Alhasil, mereka hanya mahir dalam theory tetapi nol dalam practice. Artinya, telah terjadi misapplication dalam hal ini khususnya dalam proses pembelajaran bahasa inggris di kelas. Sebenarnya sudah banyak yang mengetahui 4 skill utama dalam bahasa inggris (Listening, Speaking, Reading, dan Writing), sedangkan grammar dan vocabulary hanya sebagai pelengkap atau complement. Urutan skill yang demikian itu dapat dijadikan pedoman tepat dalam pembelajaran bahasa inggris. Listening menjadi skill paling pertama dan utama dalam mempelajari bahasa asing. Kemudian diikuti skill-skill yang lainnya dan didukung dengan penguasaan struktur dan kosakata. Seorang peserta didik yang sedang belajar bahasa asing dapat dianalogikan dengan seorang bayi yang baru saja lahir. Ibu mereka tidak langsung mengajari cara-cara membuat kalimat yang benar. Tetapi dengan cara mengucapkan kalimat sederhana, sang bayi akan terbiasa mendengar dan menjadi bisa menirukan. Anggapan yang selama ini kurang tepat, dimana bahasa inggris yang selalu disamakan dengan fisika, kimia, dan matematika. Bahasa inggris layaknya bahasa yang bisa dikuasai karena adanya pembiasaan bukan pengetahuan yang terus menerus. English is habit, not science. Isn’t it?.  
Dalam hal ini, tidak mengklaim bahwa mengajarkan tenses dalam proses belajar mengajar itu salah total, akan tetapi harus dibarengi dengan practice-practice yang mendukung peserta didik untuk menyadari hakikat bahasa yang sebenarnya. Bahasa yang menjadi alat komunikasi akan dianggap berkualitas jika lawan bicara kita “ngerti sama ngerti” walaupun terkadang masih ada kesalahan dalam struktur kalimat. Yang terpenting adalah peserta didik berani berbicara bahasa inggris terlebih dahulu, sedangkan grammar secara tidak langsung akan mengikuti. Hal tersebut dapat diterapkan dengan mengubah persepsi peserta didik bahwa ‘English is not like a scientific communication, but it is a habitual communication.’ Thanks lot J.... (written on October 13, 2014, at 21:13 p.m by Eka Pra Setiyawati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar